Jumat, 27 Juli 2012

PIDATO M. HADIPRABOWO PADA KONGRES KE V GMNI Tahun 1969 di SALATIGA

r. M. Hadiprabowo
Jl. Kantil 10
Jogjakarta
Kepada Yth.
K O N G R E S ke-V G M N I
di S A LA T I G A


MARHAEN JAYA !

Dengan ini kami mengucapkan terima kasih atas undangan Presidium GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA beserta segenap anggotanya kepada kami untuk menghadiriMalam Pembukaan dan Malam Penutupan Kongres ke-V GMNI yang diadakan di Salatiga pada tanggal 11 s/d 20 September 1969.

Kemudian juga kami mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan terimakasih kepada Presidium GMNI yang dalam suratnya ttg. 27 Agustus 1969 No.:306/Pres/164/Sek/69, telah meminta kepada kami suatu naskah atau catatan kecil tentang “peristiwa-2, tempat-2 dan tokoh-2 penting menjelang lahirnya GMNI dan perkembangan mulanya”.

Berhubung dengan terlalu singkatnya waktu yang diberikan kepada kami untuk merenungkan dan mengingat-ingat segala peristiwa yang merupakan sejarah lahirnya GMNI maka kami dengan ini meminta maaf kepada Sdr.-2 bahwa kami telah tidak dapat memenuhi apa yang Saudara minta sebagai yang tertera dalam surat Presidium GMNI tersebut diatas. Tetapi mengingat pentingnya arti sejarah dalam perkembangan suatu masyarakat, apakah itu merupakan masyarakat manusia pada umumnya ataupun masyarakat manusia dalam arti khusus yang berbentuk organisasi-2 suatu golongan, maka dengan ini kami toh juga ingin sekedar menyampaikan kepada Saudara-2 dalam Kongres ke-V ini sekedar catatan “kecil” saja tentang awal mulanya kelahiran GMNI. Maka untuk ini kepada Saudara-2 kami menguasakan kepada DPC GMNI Jogjakarta untuk menyampaikannya dalam Kongres ke-V diatas. Memang benar jika Presidium telah menyatakan dalam suratnya tsb. Diatas, bahwa “bagi GMNI Kongres ke-V ini merupakan event yang penting sekali dalam dinamika perjuangan GMNI”, tetapi disamping itu baki kami Kongres ini juga sangat penting artinya bagi perkembangan selanjutnya daripada GMNI yang kami juga ikut merintisnya dan ikut serta dalam menjelang lahirnya dan perkembangan mulanya, dengan mengalami dan merasakan segala dinamika, dialektika dan romantikanya. Maka kami ingat akan suatu tulisan di suatu mesium yang dituliskan diatas pintu masuknya yang berbunyi: BARANG SIAPA YANG TIDAK MENGENAL MASA LAMPAU, TIDAK AKAN MENGERTI MASA SEKARANG DAN TIDAKA AKAN DAPAT MEMBENTUK MASA DATANG. Itulah sebabnya diatas kami mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas surat permintaan Presidium kepada kami sebagaitersebut diatas. “Bahagialah generasi yang suka melihat kebelakang dan tidak meninggalkan sejarahnya”.

Saudara-2 peserta Kongres ke-V GMNI yth.

Dalam menulis “catatan kecil” ini kami ingin mengajukan kepada sdr.-2 hal-2, peristiwa-2 yang kami dasarkan atas segala yang kami alami sendiri pada waktu sekitar menjelang lahirnya GMNI dan perkembangan mulanya.

Karena “tak ada gading yang tak retak” dan “tak ada manusia yang sempurna” maka sebelumnya kami meminta maaf kepada sdr. Kekurangan-2 dan kekhilafan-2 dari kami dalam memaparkan pengalaman kami tersebut diatas kepadasdr.-2. Baik sdr. Minta juga kepada saudara-2 lainnya yang kemudian akan kami sebutkan nama-namanya yang bersama-sama kami ikut serta dalam menyelenggarakan lahirnya GMNI

Menjelang (hilang) bulan september tahun 1953 Gerakan Mahasiswa (hilang) mengadakan Penggantian Ketua Umumnya yang pada (hilang) rif digedung Proklamasi Pegangsaan Timur (hilang) pat Pimpinan GMDI sdr. M. Hadipraboeo un (hilang) GMDI. Setelah rapat penggantian Ketua Umum se (hilang) pat pimpinan Harian yang dipimpin oleh sdr. M. hadiprabowo (hilang) rapat pimpinan harian GMDI tersebut timbul fikiran-fikiran yang mengandung hasrat untuk mempersatukan mahasiswa-2 yang beraliran dan berideologi Marhaenisme dalam satu organisasi mahasiswa. Pada waktu itu dalam lingkungan mahasiswa ada tiga organisasi mahasiswa yang beraliran Marhaenisme atau Sosio-Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi. Organisasi ini ialah pertama Gerakan Mahasiswa Demokrat sendiri[1], Gerakan Mahasiswa Merdeka dan Gerakan Mahasiswa Marhaenis. Gerakan Mahasiswa Merdeka dipimpin oleh sdr.-2 Slamet Jayawijaya, Slamet Raharjo dan Heruman, Gerakan Mahasiswa Marhaenis berada dibawah pimpinan sdr.-2 Wahju Widodo, S. Masrukin dan Sri Sumantri Martosuwignjo, sedangkan Pimpinan Gerakan Mahasiswa Demokrat[2] adalah sdr.-2 M. Hadiprabowo, Djawadi Hadipradoko dan Sulomo.

Prakasa yang timbul dalam Pimpinan GMDI dilaksanakan dengan menghubungi Pimpinan-2 Gerakan Mahasiswa Merdeka dan Gerakan Mahasiswa Marhaenis. Kemudian oleh Gerakan-2 tsb. Yang telah dihubungi oleh Pimpinan GMDI didapatkan persetujuan untuk mengadakan fusi (peleburan) ketiga Gerakan Mahasiswa tersebut diatas. Fusi itu kemudian ditetapkan akan dilangsungkan di Jakarta dan yang menjadi penyelenggara adalah GMDI. Kalau tidak salah menjelang akhir September (tanggalnya kami lupa) dalam pertemuan di rumah pak Diro y.l. beliau bilang bahwa Kongres I diadakan persis/tepat 6 bulan sesudah fusi 1953, Fusi tersebut dilaksanakan di Jakarta bertempat dikediaman Bapak Soediro, Walikota Jakarta di taman Suropati. Hadlir[3] dalam Rapat Fusi itu dari Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia sdr.-2 M. Hadiprabowo, Djawadi Hadipradoko dan Sulomo, dari Gerakan Mahasiswa Merdeka sdr.-2 Slamet Jayawijaya, Slamet Rahardjo dan Heruman, dari gerakan Mahasiswa Marhaenis sdr.-2 Wahju Widodo, Soebagio Masrukin dan Sri Sumantri Martosuwignjo. Rapat dipimpin oleh sdr. M. Hadiprabowo yang mewakili pemrakarsa fusi itu dalam pokoknya diajukan bahwa Gerakan-2 yang hadlir dalam Rapat itu telah sama menyetujui diadakannya fusi daripada organisasinya masing-2 menjadi satu Gerakan Mahasiswa yang nama, azas, tujuan dan organisasinya juga dipersatukan. Jadi sebagai putusan pertama ialah fusi daripada ketiga gerakan mahasiswa yang hadlir.

Kedua diajukan sebagai pembicara tentang azas gerakan yang telah berfusi. Dalam hal ini sdr. M. Hadiprabowo mengajukan sebagai azas gerakan baru itu ialah MARHAENISME.- Usul ini adalah mandat terikat yang diberikan kepada sdr. M. Hadiprabowo oleh Pimpinan GMDI. Tidak disangka bahwa pembicaraan mengenai azas ini menjadi suatu hal yang prinsipiil bagi Gerakan Mahasiswa lainnya GMDI. Pertama yang mendapat giliran pembahasan tentang azas ini ialah Gerakan Mahasiswa Merdeka. Dalam pembahasannya Gerakan ini TIDAK dapat menyetujui istilah “Marhaenisme”, tetapi lebih cenderung istilah “SOSIO-NASIONAL-DEMOKRASI”. Dengan pendirian Gerakan Mahasiswa Merdeka ini rupanya wakil-2 dari Gerakan Mahasiswa Marhaenis menjadi bimbang dan dalam pembahasannya tidak mengambil kesimpulan apa-apa. Rapat beberapa kali di-skhors untuk mengadakan pembicaraan-2 diantara wakil-2 Gerakan Masing-2, Rapat yang dimulai pada jam 19.30 hingga jam 03.00 belum dapat kesimpulan apa-2. Maka oleh Pimpinan Rapat sdr. M. Hadiprabowo yang mewakili GMDI dimunta mengambil keputusan atau fusi dibubarkan. Dengan “ancaman” ini Rapat pada larut malam hampir pagi itu terkejut dari kantuknya dan mengambil keputusan menyetujui “MARHAENISME” sebagai azas gerakan. Tetapi lagi-2 dari Gerakan Mahasiswa Merdeka kembali kepada usulnya untuk dengan dikuung memasukkan “SOSIO-NASIONAL-DEMOKRASI” sebagai tambahan atau penjelasan arti “MARHAENISME”. Istilah ini tidak dibenarkan oleh sdr. M. Hadiprabowo dan kalau toh akan menyetujui usul penjelasan tambahan dari wakil-2 Gerakan Mahasiswa Medeka diusulkan menggunakan istilah yang benar ialah “SOSIO-NASIONALISME DAN SOSIO-DEMOKRASI”, jangan istilah “SOSIO-NASIONAL-DEMOKRASI”. Usul sdr. M. Hadiprabowo ini dapat diterima dengan baik. Dan untuk meyakinkan wakil-2 dari Gerakan Mahasiswa Merdeka, pada keesokan harinya dalam pengunjungan anggota-2 dan Pimpinan Ger (hilang) kepada Bung Karno, Presiden Republik Indonesia (hilang) anjuran sdr. M. Hadiprabowo oleh sdr. Sol (hilang) Bung Karno “istilah mana yang benar”, “SOSIO-NASIONAL-DEMOKRASI” atau “SOSIO-NASIONALISME dan SOSIO-DEMOKRASI”. (hilang) menyatakan bahwa istilah Sosio-Nasional-Demokrasi adalah salah, yang benar adalah Sosio-Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi. Lalu oleh Bung Karno dijelaskan tentang arti pengertian istilah-2 itu, yang hanya merupakan istilah lain dalam pengertian MARHAENISME. Bung Karno menyatakan kegembiraannya bahwa telah lahir suatu Gerakan Mahasiswa yang berazaskan Marhaenisme dan oleh Bung Karno pada waktu itu dinyatakan harapan-2-nya kepada Gerakan Mahasiswa baru itu.

Tentang tujuan Gerakan Mahasiswa baru itu yang telah lahir pada malam itu tidak menimbulkan pembahasan yang panjang lebar dan yang menegangkan. Tetapi ketika tentang nama masuk dalam pembicaraan timbul lagi ketegangan antara wakil-2 GMDI dan wakil-2 Gerakan Mahasiswa Merdeka. Wakil GMDI mengajukan nama Gerakan yang baru lahir itu “GERAKAN MAHASISWA MARHAENIS”. Nama ini ditentang keras oleh Gerakan Mahasiswa Merdeka dan bagi wakil-2 GMDI sungguh mengherankan pada waktu itu sikap Gerakan Mahasiswa Marhaenis yang dalam pembahasan lagi-2 menjadi bimbang dan dalam kesimpulannya tidak menyukai nama itu diajukan maka wakil GMDI mengusulkan dan tidak boleh ditawar lagi nama “GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA”. Dan rapat menyetujui ini.

Hal keempat yang diajukan oleh pemrakarsa fusi ini ialah tentang “HUBUNGAN GMNI DENGAN PNI”. Diajukan dan alternatif ialah GMNI sebagai organisasi seazas dengan PNI yang hanya mempunyai hubungan ideologi sedangkan organisasinya masing-2 mengatur diri sendiri dalam arti bahwa PNI maupun GMNI tidak akan mencampuri urusan dalam masing-2 organisasi, atau sebagai “onderbouw PNI” yang berarti bahwa GMNI tidak hanya organisasi se azas dengan PNI tetapi dalam segala urusannya diatur dan dalam segala mengikuti jejak PNI. Hal ini diajukan oleh wakil GMDI, berhubung kemungkinan dikemudian hari, karena ada oknum-2 dalam pimpinan PNI yang telah mengajukan bahan dan pendiriannya bahwa Gerakan yang sama azasnya dengan PNI harus diatur dan mengikuti jejak PNI. Tegasnya harus menjadi onderbouw PNI.

Wakil-2 GMDI dalam mengajukan hal ini lebih menekankan pada status yang pertama dan dengan tegas dalam usulnya tidak menyukai GMNI dijadikan “onderbouw” PNI. Karena hal ini dipandang oleh peserta-2 rapat fusi lainnya hal yang amat berat, maka diusulkan untuk dikemudian hari selambat-lambatnya enam bulan setelah fusi tersebut. Wakil GMDI menyetujui penundaan pembicaraan tentang hubungan GMNI dan PNI ini sampai pada Kongres ke-I. Juga ditetapkan oleh rapat fusi malam itu, Sdr. M. Hadiprabowo menjadi ketua umum GMNI, ketua I sdr. Wahju Widodo dan ketua II sdr. Sdr. Slamet Jayawijaya, Sekretaris Jendral sdr. Sulomo, Bendahara sdr. Ibnu Husadi dan pembantu-2 dari masing-2 Gerakan yang berfusi satu orang. Kepada Pimpinan Gerakan baru yang bernama GMNI yang dilahirkan pada malam itu untuk selanjutnya menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga GMNI yang akan disyahkan pada Kongres ke-I yang ditetapkan akan dilangsungkan di-Surabaya.

Kongres ke-I ini dilangsungkan di Surabaya pada tgl. 22-sampai dengan 26 Maret 1954; tgl. Permulaan Kongres ke-I ini oleh GMNI sekarang dijadikan Hari jadinya atau hari Ulang Tahunnya. Hal ini kita pernah mengatakan pada sdr. Bambang Kusnohadi, bahwa itu tidak tepat. Yang benar ialah hari Ulang tahun GMNI ialah Hari pada waktu diadakan Fusi antara tiga Gerakan Mahasiswa tersebut diatas menjadi satu Gerakan dengan nama GMNI. Hari Kongres merupakan pengesahan saja, bukan hari lahirnya GMNI. Maka sekarang terserah pada kepada Kongres ke-V ini untuk mengganti hari lahirnya atau tidak.


JALANNYA KONGRES KE-I

Yang hadir adalah 7 (tujuh) cabang GMNI.

Pembicaraan yang banyak makan waktu dan menimbulkan ketegangan dalam Kongres ke-I ini ialah mengenai azas “MARHAENISME”. Tiga cabang yang dipelopori oleh cabang Jo (hilang) yang diwakili oleh sdr-2. Jarmanto (hilang) Jayawijaya atau Slamet Rahardjo) menenta (hilang) sme. Rapat-2 mengenai azas dipimpin sendiri (hilang) sdr. M. Hadiprabowo.

Sdr. M. Hadiprabowo (hilang) Universitas Gadjah Mada menjadi heran mengapa cabang (hilang) yang demikian. Setelah diselidiki siapa sdr. Sla (hilang) ternyata bahwa sdr. Slamet itu adalah seorang wartawan harian (hilang) yang oleh Partai Sosialis Indonesia dapat diselundupkan didalam tubuh GMNI dan dengan kelicinannya dan kepandaiannya bicara dan beragitasi dapat mempengaruhi pendapat dua cabang lainnya. Tentang perutusan Jogja ono kami bicarakan dengan sdr. Jarmanto, tetapi rupanya sdr. Jarmanto tidak dapat berbuat apa terhadap sdr. Slamet. Maka untuk mengilangkan keragu-raguan dan kekeruhan dalam Kongres ke-I itu oleh sdr. M. Hadiprabowo sebagai pimpinan sidang diumumkan siapa sdr. Slamet itu. Peserta Kongres kelihatannya agak terkejut, setelah mengetahui identitas sdr. Slamet. Tetapi dua cabang lainnya yang terlanjur menyokong pendirian cabang Jogja malu merubah pendiriannya; Sdr. Slamet mengetahui karena kelicinan dan kelicikannya, bahwa pada malam pembicaraan mengenai azas dihadiri oleh 6 (enam) cabang, karena wakil cabang Palembang B. Murtijoso tidak dapat menghadiri sidang karena sakit. Sdr. Slamet akan memaksakan pemungutan suara karena mengetahui akan tidak dapatnya diambil keputusan karean suara akan menjadi tiga tidak setuju. Oleh Pimpinan Sdr. Hadiprabowo rapat dapat diulur sepanjang-panjangnya keinginannya untuk mendatangkan sdr. Murtijoso dalam keadaaan sakit. Dengan sakit-2 sdr. B. Murtijoso yang suaranya menentukan datang ke sidang pemungutan suara. Sebelum masuk sidang didesak oleh sdr. Hadiprabowo untuk menyetujui azas “MARHAENISME” untuk GMNI. Dengan tidak mengerti “kentang kimpul” pembicaraan sdr. B. Murtijoso mengacungkan tangannya, ketika sdr. Hadiprabowo sbg. Pimpinan rapat ketika menanyakan siapa yang menyetujui Marhaenisme sebagai azas GMNI. Sdr. Slamet protes tidak mengakui suara sdr. B. Murtijoso, dengan alasan tidak ikut sertanya sdr. B. Murtijoso dalam rapat-2 yang membicarakan azas. Alasan ini tidak dapat diterima oleh rapat dan keputusan tetap ialah “MARHAENISME” sebagai azas GMNI.

Pasal-2 lain dalam anggaran dasar dapat diselesaikan dengan cepat sebagai “hamerpunten”.

Satu soal yang kami katakan dimuka yang tidak dapat ditetapkan dalam rapat Fusi dan ditunda pembahasannya dalam Kongres ke-I ialah tentang “hubungan GMNI dengan PNI”. Dalam rapat pleno dalam Kongres ke-I tampil sebagai pembicara yang mengajukan persoalan ini sdr. M. Hadiprabowo. Pembicaraan ini tidak memakan waktu yang lama karena dengan suara bulat semua cabang yang hadlir dapat menyetujui usul sdr. M. Hadiprabowo untuk tidak menjadikan GMNI “onderbouw” dari PNI, tetapi sebagai organisasi seazas yang mempunyai hak wewenang dan mengatur diri sendiri dalam bentuk organisasi dan langkah tindakannya, sebagai suatu organisasi mahasiswa yang “mandireng pribadi” yang hanya mempunyai hubungan ideologi “SAMA AZAS” dengan PNI. Dengan tidak disangka-sangka reaksi dari DPP-PNI mengenai keputusan Kongres ini keras sekali. Almarhum Bapak Sidik Djojosukarto tampak kecewa dengan keputusan ini. Sokongan Kongres yang sedianya disanggupi Rp. 100.000,- hanya diserahkan Rp. 25.000,-. Banyak sekali akibat-2 daripada keputusan yang mengecewakan DPP-PNI ini. Tetapi sdr. M. Hadiprabowo yang pada waktu itu dipilih dengan suara bulat menjadi ketua umum tetap dapat mempertahankan GMNI sebagai sebuah organisasi yang tidak menjadi onderbow PNI. Didalam malam Penutupan Kongres ke-I itu sdr. M. Hadiprabowo sebagai ketua umum dengan tegas menyatakan pendirian GMNI tentang hubungan GMNI dengan PNI.

Dalam pidato penutupan Kongres itu sdr. M. Hadiprabowo sebagai ketua umum menyatakan tentang hubungan GMNI dengan PNI sebagai berikut: Kongres ke-I GMNI telah memutuskan dengan suara bulat hubungannya PNI, karena GMNI dapat melihat lebih jauh kedepan tentang perkembangan dan pertumbuhannya. Bapak-2 dari PNI kami minta jangan mencoba akan mempengaruhi GMNI atau anggota-2nya dengan cara-2 dan jalan yang tidak wajar. Pertentangan yang ada atau akan ada dalam PNI jangan dimasukkan dalam GMNI, biarlah jiwa muda GMNI yang masih murni dan bersih mencarai jalan sendiri dalam perjuangannya mencapai tujuannya dengan azas-2-nya yang sama dengan PNI.

Jangan jiwa murninya (hilang) pertentangan yang ada pada kaum tua yang (hilang) nya dengan demikianlah GMNI akan dapat (hilang) at kodratnya yang akan membuat GMNI st (hilang) tangguh kuat dengan tiada taranya.

GMNI setelah Kongres ke-I berkembang dan bertumbuh terus dengan wajar meskipun mendapatkan pertentangan-2 dari dalam tubuh marhaenisme sendiri. Sokongan dari PNI yang berjumlah Rp. 250,- (dua ratus limapuluh rupiah) dicabut. DPP GMNI Sdengan halus diusir dari kantor DPP-PNI, sehingga terpaksa mencari tempat lain. Meskipun demikian dengan segala ketabahan dan ketekunan DPP-GMNI memberikan bimbingan kepada anggota-2nya tanpa bantuan dari manapun. Memang berat untuk menjadi manusia yang “mendireng pribadi” yang berkehendak merdeka dan senantiasa dapat mengatur diri sendiri, tetapi Kongres telah memutuskan kondisi yang sedemikian itu. Usaha-2 oknum-2 DPP-PNI terus dijalankan untuk mempengaruhi gerakan-2/serta langkah-2 GMNI karena bagi kaum tua “menguasai mahasiswa berarti tetap menguasai PNI”.

Mereka sadar bahwa hari depan PNI berada dalam tangan GMNI. Sekarang pendirian daripada anggota-2 GMNI lah yang menentukan kedudukan dalam masyarakat umum dan masyarakat marhaenis. Bukan orang lain yang menentukan nasib GMNI, tetapi GMNI lah yang harus menentukan nasibnya sendiri.

Inilah sekadar hal-2 dan soal-2 yang terpenting yang perlu kami ajukan dalam Kongres ke-V ini untuk menjadi renungan dan pemikiran para peserta Kongres untuk menetapkan hari kemudian GMNI yang dengan segala kesulitannya kami telah ikut membinanya dari sebelum sampai lahirnya dan perkembangan serta pertumbuhannya.

Tidak lain harapan kami sebagai salah seorang yang ikut merintis dan membina GMNI semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi perlindungan tuntunan dan kekuatan lahir batin kepada seluruh anggota GMNI untuk melanjutkan perjuangan para perintis GMNI sebagaimana tertera diatas. Amien ya Robbal Ala mien.-

Selamat berkongres dan berjoang dan mencapai hasil yang memuaskan !!!!!

Terimakasih.-



Dr. M. Hadiprabowo.

Setuju untuk menyampaikan
kepada Konggres GMNI ke-V
di Salatiga.

DPT G M N I Kotamadya Jogjakarta

Ketua Umum

cap/ttd

(A. H a l i m)
FOOTNOTE oleh editor

[1] Dalam teks asli memang tidak menyertakan “Indonesia” yang seharusnya ada dalam GMDI; ini mungkin karena kebiasaan penyebutan (penyingkatan) –ed.

[2] idem

[3] sesuai teks asli ‘hadlir’ , sama artinya dengan hadir –ed.

PENTING....!!!!

Tulisan ini disalin dari TEKS ASLI Bpk. M Hadiprabowo milik Ibu Soeharjasih, alumni GMNI Jogjakarta tinggal di Surabaya, Editor TIDAK MERUBAH SEDIKITPUN kecuali menambah 3 footnote untuk kejelasan.
Tanda “(hilang)” adalah teks yang hilang karena ‘kertas berlobang’ terkena 'serangan' rayap, kata yang hilang bervariasi dari 1 sampai 4 kata tiap baris. Proses penyempurnaan masih terus diusahakan. Sementara ini intepretasi pembaca dibutuhkan untuk melengkapi teks. Terimakasih.

salam dari Surabaya.

editor, Didonk.
didonk74@hotmail.com

Tidak ada komentar: