Jasa terbesar Bung Karno adalah membangun kebanggaan atas identitas kebangsaan
Demikian dikemukakan mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono dalam Seminar "Membangun Dunia Kembali" yang diselenggarakan Universitas Bung Karno dalam rangka 100 Tahun Bung Karno di Hotel Indonesia, Senin (23/4).
Juwono mengutip pidato Bung Karno tanggal 30 September 1960 yang waktu itu adalah salah satu pidato yang paling diingat-ingat mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Pidato itu menggema ke mana-mana karena posisi
Bung Karno bersama-sama para pemimpin generasi pertama dunia Asia Afrika dan Amerika Latin bersepakat untuk mencari jalan sendiri, antara Manifesto Komunis dan Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat. Di situ dianjurkan supaya Pancasila diadopsi sebagai Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Pidato itulah yang setahun kemudian dilanjutkan di
"Walaupun negara itu miskin secara ekonomi, miskin secara industri, tetapi ada sesuatu yang tidak bisa direbut yaitu kemauan diri, kehendak untuk mandiri. Sekarang kita hidup 40 tahun kemudian, dan kita masih menghadapi masalah keadilan internasional dan keadilan di dalam negeri. Saya melihat ada kesejajaran antara sistem internasional yang timpang dengan sistem nasional yang juga timpang," kata Juwono.
Misalnya di bidang politik, penyiaran tentang gagasan politik 80 persen dari pemberitaan televisi dan media cetak dikuasai oleh negara-negara dan kebudayaan utara, khususnya Amerika Utara, lebih khusus lagi Amerika Serikat. Di bidang ekonomi demikian juga. Sebanyak 80 persen kekuatan industri dan ekonomi, termasuk penelitian dan perkembangan (litbang) dilaksanakan oleh tiga kutub besar yaitu Amerika Utara, Eropa, dan Jepang.
Di bidang sains dan teknologi, lebih dari 60 persen litbang sains dan teknologi mulai komputer sampai dengan bioteknologi juga dilaksanakan oleh negara atau perusahaan multinasional yang berinduk di Amerika Utara, Eropa, atau Jepang.
Termasuk di bidang militer, senjata konvensional apalagi senjata nuklir, 90 persen diproduksi, diedarkan, dan dilaksanakan oleh negara-negara besar. Di bidang perdagangan, aturan-aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dari 46 jenis kegiatan ekonomi dan industri, dalam kesepakatan WTO, 80 persen dikuasai satu negara, yakni Amerika Serikat.
Demikian pula dalam perjanjian-perjanjian internasional, di bidang hak asasi manusia (HAM), itu kebanyakan mencerminkan kemauan negara-negara industri, sehingga aturan main, cara memelintir ungkapan, pendapat, arah dari suatu argumen, lebih banyak di negara-negara kuat.
"Dengan demikian komplet sudah, unsur-unsur ketahanan nasional lebih banyak dikuasai negara-negara besar. Karena itu, saya kira di sinilah relevansi pemikiran Bung Karno adalah untuk menembus dominasi dari aturan main yang dibuat oleh negara-negara kuat itu," ujar Juwono.
Ia juga mengutip salah satu pemikiran yang pernah dikemukakan Bung Karno, lama sebelum kemerdekaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar