Jumat, 27 Juli 2012

Metode Berpikir Marhaenisme

METODE BERPIKIR MARHAENIS

PENDAHULUAN

Terdorong rasa tanggung jawab terhadap penderitaan yang kita alami bersama, penderitaan bangsa, dan negara kita, ingin kami mengajukan suatu bahan studi buat kita semua. Suatu bahan studi untuk menyatukan gerak langkah perjuangan kita keluar dari segenap penderitaan dan ancaman lahir-batin. Sebenarnya bahan ini bukanlah suatu bahan baru, akan tetapi kami sekedar menyusun kembali ajaran–ajaran perjuangan Marhaenisme dalam bentuk yang kami sesuaikan dengan perkembangan dan tantangan yang kita hadapi pada tahap perjuangan menghadapi Neo–Imperialisme dan Neo–Kolonialisme, yaitu Kolonialisme Imperialisme dalam bentuk-bentuknya yang baru. Kolonialisme Imperialisme yang dijalankan dengan menggunakan tangan-tangannya berupa bangsa sendiri.

Memang Nekolim adalah suatu bentuk penjajahan yang baru dikenal oleh rakyat kita, oleh karena itu pada tahap-tahap pertama sangat membingungkan rakyat kita sehingga kita tidak tahu siapa sebenarnya yang seharusnya menjadi kawan kita dan siapa yang seharusnya menjadi lawan kita. Kebingungan yang cukup mengorat-arit barisan progresive revolusioner. Terutama cukup dapat membuat keblingernya orang-orang yang kurang teguh imannya namun toh demikian hal itu tak akan bertahan lama. Dalam waktu yang relatif pendek dalam ukuran revolusi, rakyat kita sudah cukup terdidik oleh pengalaman menghadapi kolonialisme imperialisme dengan subversi dan infiltrasinya, maka dengan segera rakyat kita sudah sadar sebenarnya siapa yang dihadapi.

Melihat pengalaman-pengalaman pahit yang telah lalu, maka kami merasa bahwa porak porandanya barisan kita dilanda oleh subversi infiltrasi nekolim dan pengkhianatan PKI, terutama karena kurangnya keseragaman cara berpikir, kurang seragamnya metode berpikir anggota-anggota barisan kita. Sehingga masing-masing mengambil tafsiran sendiri-sendiri. Masing-masing mengambil kesimpulan sendiri-sendiri, masing-masing menentukan sikap sendiri-sendiri yang bersimpang siur saling berhantaman bersama kawan. Lupa pada lawan bersama. Oleh karena itu dengan ini kami harapkan adanya kesatuan tafsir ideologi. Kesatuan tafsir ideologi berarti kesatuan landasan, kesatuan tujuan dan kesatuan langkah. Masing-masing individu dan masing–masing kelompok dalam barisan kita dapat mengembangkan kreasi-kreasinya, tidak dogmatis dalam menghadapi persoalan-persoalan perjuangan.

Masing–masing berkreasi menuju satu sasaran bersama dalam derap langkah yang harmonis. Dan dapat menilai keadaan secara obyektif, siapa benar siapa salah. Sehingga tidak lagi terjadi penilaian orang-orang secara like dan dislike, suka atau tidak suka pada orangnya, akan tetapi kita nilai person-person itu dengan norma norma garis perjuangan dalam setiap tahap-tahap perjuangan.

Jadi metode berpikir MARHAENIS pada pokoknya untuk :

1. Menyatukan tafsir ideologi.

2. Menghilangkan cara-cara dogmatis.

3. Menimbulkan kreasi-kreasi gerakan dengan satu tujuan dan satu langkah.

Semoga bahan-bahan ini berguna dalam memberikan andil buat Revolusi Pancasila.

BAB I

A. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CARA BERPIKIR SESEORANG

Di jaman perburuan, pertanian dan peternakan yaitu di jaman manusia-manusia purba yang sangat primitif, manusia hanya dapat berpikir secara PRAGMATIS IDEALIS. Pragmatis yaitu berpikir secara sepotong–sepotong, mereka tidak dapat melihat secara luas, tidak dapat membuat rencana hidupnya secara panjang. Idealis karena mereka paling-paling hanya dapat berangan-angan, segala sesuatu diangan-angankan seperti halnya mereka mengangan- angankan datangnya musim panas. Dengan idealisnya mereka menyembah berhala untuk mendatangkan hujan. Cara berpikir pragmatis adalah cara berpikir yang paling primitif, agak maju sedikit yaitu cara berpikir idealis.

Sesudah manusia mengenal alat-alat, lebih maju lagi manusia mengenal membuat kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan kerajinan tangan, maka pada saat itu cara berpikir manusia juga mengalami kemajuan. Timbullah cara berpikir REALIS, manusia sudah dapat melihat kenyataan-kenyataan secara lebih obyektif, akal manusia berkembang maju.

Kemajuan akal, meningkatnya intelegentis juga mempengaruhi cara berpikir seseorang. Cara berpikir anak-anak lain dengan orang dewasa, cara berpikir anak sekolah dasar lain dengan anak-anak sekolah pertama. Di samping memang ada perbedaan yang disebabkan karena perbedaan-perbedaan kecerdasan seseorang, pada pokoknya perbedaan tingkat intelegensia.

Seseorang berpikir tentulah juga ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan atau lingkungan hidupnya. Seorang pegawai negeri yang biasa dengan cara-cara formal, birokratis tentulah lain dengan pikiran seorang pedagang yang menilai segala sesuatu dengan keuntungan pribadi, dengan laba-rugi. Lain pula dengan pikiran seorang yuris yang segala sesuatu ditarik ke landasan-landasan hukum formal. Lain pula dengan pikiran guru, pikiran buruh pabrik, pikiran polisi dan lain-lainnya lagi.

Di samping itu semua orang mestinya berpikir menurut kepentingannya, berpikir menurut VESTEDnya. Seorang majikan yang bermodal tentulah memikirkan untuk mendapatkan keuntungan bagi modalnya sebesar-besarnya. Sebaliknya seorang buruh yang bekerja pada majikan itu tentulah menginginkan untuk mendapatkan upah yang setinggi-tingginya. Kaum imperialis kapitalis ingin agar barang-barang produksinya laku di Indonesia sedang rakyat Indonesia ingin membuat barang kebutuhannya sendiri.

Orang Komunis lain dengan orang Pancasilais, lain pula dengan kaum reaksioner kanan. Jadi falsafah hidup seseorang tentu juga mempengaruhi cara orang berpikir. Sehingga dapat kita simpulkan cara berpikir seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor:

1. Caranya orang berproduksi, caranya mencari makan.

2. Tingkat intelegentia, tingkat kecerdasannya.

3. Pengalaman hidupnya, lingkungan hidupnya atau kebiasaan-kebiasaannya.

4. Kepentingan atau vestednya, sehingga orang mesti memihak kepada kepentingannya.

5. Falsafah atau pandangan hidupnya.

Berdasarkan factor-faktor tersebut kita dapat mulai menilai dan mengerti serta dapat memahami tindakan-tindakan seseorang, mengapa dia begitu mengapa dia begini. Demikian pula kita yang mengetahui hal itu mesti juga terpengaruh oleh faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu sangat penting buat pejuang-pejuang rakyat atau orang-orang yang menempatkan dirinya sebagai pembela rakyat harus secara tegas-tegas meletakkan dirinya berada di mana, sehingga vested kita yang bersifat negatif dapat TERELIMINIR atau diintegrasikan dengan kepentingan rakyat.

B. PERKEMBANGAN CARA BERPIKIR

Di jaman purbakala manusia–manusia primitif berpikir secara pragmatis, agak maju sedikit orang berpikir secara idealis atau IDEALIS PRAGMATIS, kemudian dalam tingkat yang lebih maju orang berpikir secara realis yaitu sudah dapat melihat secara obyektif. Kemudian cara berpikir realis ini berkembang menjadi dua aliran, REALIS PRAGMATIS dan REALIS DIALEKTIS.

Pandangan realis pragmatis sekarang menjadi populer dengan istilah “realistis pragmatis praktis”. Cara berpikir ini memang sudah dapat melihat kenyataan-kenyataan secara obyektif tetapi belum atau tidak menghubungkan dengan sebab-sebabnya. Tidak dapat melihat hubungan antara persoalan satu dengan persoalan yang lain. Dianggapnya bahwa masing-masing pesoalan kehidupan itu tidak ada saling hubungannya, dan dapat diselesaikan secara sepotong-sepotong. Cara sepotong-sepotong yang kelihatannya memang sangat praktis. Mereka itu tahu bahwa rakyat butuh makan, maka secara praktis penyelesaiannya adalah impor makanan, tanpa dipikir bahwa untuk impor itu kita harus memikul hutang dengan bunga yang tinggi. Agak maju sedikit mereka maunya menaikkan produksi beras, tanpa dipikirkan bahwa produksi beras di Sulawesi dilempar ke Singapura dan kembali lagi ke Jakarta sebagai beras impor. Mereka ini tidak mau melihat adanya saling hubungan antara pengiriman missi zending dari Amerika di Irian Jaya dan penanaman modal Amerika dalam proyek tembaga di sana sebenarnya berhubungan erat dengan rencana plebisit tahun 1969. Mereka tidak mau tahu bahwa perang Vietnam ada hubungannya dengan keinginan Amerika untuk mempertahankan life-line-nya dan khususnya keuntungan-keuntungan Amerika dengan menguasai Asia Tenggara. Mereka tidak mau tahu bahwa banjirnya kebudayaan-kebudayaan amoral sekarang ini ada hubungannya dengan usaha-usaha perluasan pasaran bagi hasil-hasil industri seperti: plat-plat, tape recorder, film-film, obat-obatan, ganja dan lain-lain. Yang banyak memberikan keuntungan pada kapitalis-kapitalis asing. Ditambah lagi hancurnya unsur patriotisme dari orang-orang yang sudah terbius oleh kebudayaan-kebudayaan amoral itu dan lain-lain.

Pandangan realis dialektis selalu melihat dan mencari hubungan antara persoalan-persoalan yang ada, sehingga dapat mengetahui sebab musababnya sesuatu keadaan atau kejadian sampai mengetahui sebab-sebab pokoknya. Realis dialektis terbagi menjadi dua yaitu: REALIS DIALEKTIS UTOPIS dan REALIS DIALEKTIS REVOLUSIONER. Sesudah mengetahui sebab-sebabnya suatu keadaan atau suatu persoalan, maka dialektis utopis tidak tahu bagaimana cara penyelesaiannya. Tidak tahu bagaimana merombaknya. Sehingga hanya mengharap-harap adanya perombakan secara angan-angan, tanpa usaha. Sebaliknya revolusioner sekaligus mengetahui dan melaksanakan adanya perombakan, berusaha secara aktif dan rasionil mengadakan perombakan-perombakan.

Dengan demikian seorang MARHAENIS cara berpikirnya adalah: “REALISTIS DIALEKTIS REVOLUSIONER DAN MEMIHAK RAKYAT“.

Skema perkembangan metode berpikir:

REALIS PRAGMATIS

PRAGMATIS PRAGMATIS IDEALIS REALIS

REALIS DIALEKTIS

UTOPIS

REVOLUSIONER

BAB II

METODE BERPIKIR MARHAENIS

Metode ini sebenarnya memang sudah ada dan sudah merupakan kenyataan- kenyataan yang ada dan berkembang di alam maupun di dalam masyarakat. Hanya saja perlu adanya formulasi-formulasi atau sistematika, sehingga dapat dimengerti secara mudah dan dapat dipelajari secara ilmiah. Seperti halnya Hukum Newton menemukan dan merumuskan adanya gravitasi atau daya tarik bumi, sebenarnya sebelum Newton menemukan, gravitasi itu sebenarnya sudah ada dan sudah berlaku, hanya Newton-lah yang menemukan dalam formulasinya. Demikian juga hukum-hukum Pascal, Hukum Boisbalot dan lain hukum-hukum dalam ilmu alam dan ilmu pasti. Demikian juga metode berpikir MARHAENIS ini sebenarnya juga sudah ada, sudah berkembang dan sudah menjadi falsafah hidup bangsa Indonesia akan tetapi BUNG KARNO-lah yang menggali dan memberikan perumusan-perumusannya atau memberikan formulasi-formulasinya dalam bentuk PANCASILA seperti yang kita kenal itu.

Sesuai dengan kodrat dan wataknya seorang MARHAENIS adalah pembela rakyat, maka adalah wajar kalau metode berpikir seorang Marhaenis itu pastilah memihak pada rakyat seperti kewajarannya seorang kapitalis pastilah memihak pada modalnya. Demikian juga adalah wajar kalau seorang yang biasa mendapatkan komisi yang sebesar-besarnya. Apapun juga yang dipikirkan seorang Marhaenis adalah bagaimana caranya agar rakyat di pihak yang menang.

Berdasarkan pada itikad memihak pada rakyat ini, kaum Marhaenis berpikir secara: REALISTIS DIALEKTIS DAN REVOLUSIONER.

A. REALISTIS

Realistis di sini yang dimaksud adalah: melihat, berpikir dan bersikap kepada segala sesuatu apabila hal itu memenuhi sebagai:

KENYATAAN YANG BENAR DAN KEBENARAN YANG NYATA

Untuk dapat dimengerti secara jelas, baiklah kita sebutkan beberapa contoh.

“Belanda berjanji bahwa selambat-lambatnya tahun 1951 Irian Barat diserahkan kepada kekuasaan kita“. Apakah ini nyata? Memang ini nyata, ini sebagai suatu kenyataan tapi ini tidak benar. Benar Belanda berjanji tetapi isi janji itu tidak nyata.

Demikian pula dapat diuraikan beberapa contoh yang lain. “Kongres Persatuan dan Kesatuan PNI di Bandung memutuskan bahwa pertengahan tahun 1967 harus ada kongres PNI. Sidang keempat MPRS memutuskan bahwa pertengahan tahun 1968 harus sudah dilaksanakan Pemilihan Umum“. Sidang negara-negara kreditor di Tokyo menyatakan akan memberi kredit kepada Indonesia sejumlah 325 juta US dolar. Dan lain-lain. Dan lain-lain. Semuanya tidak realistis.

Kita mengakui adanya Tuhan sebagai suatu kebenaran yang nyata dan kenyataan yang benar. Akan tetapi kaum Komunis tidak mengakui adanya Tuhan karena dianggapnya tidak nyata, kenyataan bagi kaum Komunis hanyalah segala sesuatu yang bisa ditangkap oleh panca indera. Sedang kita kecuali itu dapat pula sesuatu yang dapat kita buktikan adanya kenyataaan dengan akal dan pikiran.

Kaum Komunis mengatakan bahwa untuk menggerakkan rakyat haruslah rakyat itu dibuat menderita-semenderitanya (baca Wanhoop theoree dalam DBR). Memang ini nyata, tetapi buat kita itu tidak benar. Rakyat dapat kita sadarkan dengan akal pikirannya, rakyat adalah manusia, adalah umat Tuhan, rakyat bukanlah sekedar susunan tulang dan daging.

B. DIALEKTIS

Yang dimaksud dengan dialektis di sini ialah sebab akibat atau sebab musabab adanya sesuatu kejadian atau persoalan pastilah ada sebab-sebabnya, sebab itu sendiri pastilah ada sebabnya yang lebih lanjut. Demikian seterusnya sampai kita dapat menemukan sebab-sebab pokoknya. Sebagai contoh, misalnya: Rakyat Indonesia bodoh, karena apa? Sebabnya apa? Kurang pendidikan. Sebab apa kurang pendidikan karena tidak ada sekolahan. Sebab apa tidak ada sekolahan? Karena Pemerintah Kolonial Belanda tidak mengadakan. Sebab apa Belanda begitu? dan seterusnya. Bagi orang yang tidak berpikir secara dialektis akan menitikberatkan usahanya dengan merengek-rengek pada Belanda untuk mendirikan sekolahan. Nanti kalau rakyat kita sudah pintar barulah kita merdeka tetapi buat seorang Marhaenis akan mengatakan merdeka dulu baru mendirikan sekolahan. Itulah sebabnya BUNG KARNO pada tahun 1927 sudah menuntut “Indonesia merdeka sekarang juga“. Demikian juga kita sekarang ini di tahun 1968 harus mencari sebab-sebab pokoknya mengapa banyak penganggur, mengapa kita kekurangan makan dan pakaian, mengapa perusahaan-perusahaan asing yang sudah kita Nasionalisir dikembalikan oleh Pemerintah kepada orang asing. Bahkan kita harus membayar ganti rugi. Mengapa batas laut kita harus kembali 3 mile tidak 12 mile, mengapa departemen Maritim dihapuskan, dan lain-lain, dan lain-lain.

Di dalam kita mencari sebab musababnya itu maka kita akan menemukan adanya: Saling hubungan antara ruang, waktu dan persoalan dan adanya perkembangan/perubahan-perubahan kualitatif menuju kuantitatif dan kuantitatif menuju kualitatif (atau negasi terhadap negasi) yang disebabkan karena adanya perbedaan-perbedaan atau pertentangan-pertentangan.

B.1. Ada Saling Hubungan antara Ruang, Waktu dan Persoalan

Di dalam kenyataan-kenyataan alam maka terbukti bahwa tidak ada sesuatu yang berdiri sendiri. Selalu ada hubungan antara benda satu dengan benda yang lainnya. Antara persoalan yang satu dengan persoalan yang lainnya. Antara tempat (ruang) yang satu dengan tempat (ruang) yang lain. Antara waktu dulu, sekarang dan waktu yang akan datang juga ada hubungannya tak dapat berdiri sendiri (kecuali pandangan sempit dari pengikut-pengikut pragmatisme). Karena manusia selalu mempunyai persoalan yang terlibat dalam ruang dan waktu maka demikian juga antara orang yang satu selalu ada saling hubungan dengan orang yang lain demikian juga antara kelompok-kelompok orang, antara bangsa-bangsa maupun antara negara- negara selalu ada saling hubungan apalagi memang hakekatnya manusia itu adalah makhluk sosial, makhluk Tuhan yang hidup secara berkelompok.

Sebatang pohon dapat berdiri karena ada tanah, ada zat-zat yang dibutuhkan. Kita punya rumah karena ada tukang batu, tukang batu punya baju karena ada tukang tenun, tukang tenun dapat makan karena ada petani, petani yang mencangkul dari hasil kerja tukang pembuat pacul dan seterusnya, dan seterusnya. Hanyalah menjadi tugas kaum marhaenis untuk membuat agar supaya saling hubungan itu merupakan saling hubungan yang adil, saling hubungan yang tidak menyebabkan matinya atau ruginya salah satu pihak dari masing-masing orang.

B.1a. Saling Hubungan antara Ruang dan Ruang

Indonesia dijajah karena perkembangan-perkembangan di Eropa. Di Vietnam ada perang karena kepentingan-kepentingan kapitalis-kapitalis di Amerika Serikat. Di London ada demonstrasi anti Pemerintahan Johnson di Washington, Amerika Serikat. Matinya pertenunan di Klaten karena politik impor di Jakarta. Ada banjir di kota-kota karena gundulnya gunung-gunung. Jakarta kekurangan beras karena daerah-daerah produksi beras merosot. Tentara-tentara di tangsi-tangsi merasa tidak puas dan marah-marah sehubungan dengan pelantikan bekas pemberontak menjadi menteri di Jakarta.

B.1b. Saling Hubungan antara Waktu dan Waktu

Indonesia merdeka pada tahun 1945 adalah tidak mungkin kita lepaskan dari perjuangan-perjuangan tahun-tahun sebelumnya. Baik perjuangan Sultan Agung dari Mataram, perjuangan angkatan 1908, angkatan 1928 maupun yang lain-lain. Sekarang kita pakai UUD 1945 tak dapat tidak mesti dihubungkan dengan tahun 1945 maupun Dekrit Presiden 1959. Demikianlah pula dengan peristiwa-peristiwa yang lain-lainnya. Misalnya saja: Sekarang banyak pejabat-pejabat militer dalam jabatan sipil (tahun 1968), sebelumnya ada tuntutan militer ikut dalam politik, sebelumnya lagi tahun 1956 ada S.O.B. yang juga memberikan hak pada militer untuk duduk dalam masalah-masalah sipil, sebelumnya lagi ada peristiwa 17 Oktober 1952 yang menghendaki dihapuskannya fungsi DPR. Rakyat Tiongkok sekarang sebagian besar jadi Komunis juga tidak dapat dipisahkan dari jaman-jaman sebelumnya. Dimana pejuang Nasional Dr. Sun Yat Sen dimusuhi oleh Inggris dan Amerika Serikat yang dalam keserakahannya bekerja sama dengan kaum ningrat-feodal menindas rakyat Tiongkok. Sehingga terpaksa Dr. Sun Yat Sen berpaling kepada Rusia.

Dari contoh-contoh ini saja kiranya jelas sudah bahwa tidak suatu peristiwa itu yang terjadi demikian saja tanpa ada hubungannya dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya. Demikian pula peristiwa Gestok yang terkutuk itu, tentulah sebelumnya PKI telah mempersiapkannya. Dan anehnya baru tiga hari sesudah peristiwa pengkhianatan PKI tersebut, maka PNI telah difitnah, Koran-koran baru segera bermunculan, tindakan-tindakan yang drastis dan bertahap-tahap segera dilancarkan.

B.1c. Saling Hubugan antara Persoalan dan Persoalan (Materi dan Materi)

Matinya perusahaan-perusahaan Nasional ada hubungannya dengan politik Import–Export. Seorang pejabat diberi hadiah oleh seorang pedagang tentunya ada hubungannya dengan peristiwa-peristiwa yang lalu atau yang akan datang. Pepohonan mati kering tentunya ada hubungannya dengan musim kemarau yang terlalu panjang. PKI berontak dalam affair Madiun, PKI berontak lagi dalam Gestok (di sini hubungannya “Sekali PKI tetap PKI”).

Tahun 1956 ada pemberontakan PRRI – PERMESTA yang ditumpas dengan pimpinan Pak Yani, tahun 1965 Pak Yani dibunuh dalam Gestok, kemudian tahun 1968 bekas-bekas PRRI – PERMESTA direhabilitir bahkan tokohnya ada yang jadi Menteri. PRRI – PERMESTA nyata-nyata didalangi oleh Amerika dan Inggris, sekarang politik kita cenderung ke Amerika, kredit dari sana, bulgur dari sana, masalah Vietnam kita tidak tegas, soal Timur–Tengah dimana Israel didalangi oleh Amerika–Inggris maka kita diam, dan lain-lain, dan lain-lain.

Pak Harto dulu memimpin operasi Mandala merebut Irian Barat sekarang soal Irian Barat seolah-olah kurang diperhatikan sehingga subversi dan infiltrasi di sana merajalela. Dulu Pak Harto seorang prajurit yang tunduk pada perintah Presiden, sekarang Pak Harto sudah menjadi Penguasa Tertinggi yaitu Presiden penuh.

Negara-negara kreditor berjanji akan memberikan kredit sebesar 325 juta dollar, kredit ditunda-tunda, Indonesia menandatangani batas laut 3 mil dan ijin buat perampokan ikan oleh Jepang, Bank-Bank Asing masuk ke Indonesia, pada pokoknya seluruh peristiwa-peristiwa itu adalah saling kait mengkait.

Meskipun seluruh persoalan itu saling kait mengait, tapi kita sebagai seorang revolusioner yang memihak rakyat mesti dapat memecahkan lingkaran setan tersebut. Karena itu kita harus dapat melihat sebab-sebab pokoknya dan melihat titik terlemah atau titik yang harus kita hantam, kita jebol terlebih dahulu untuk kita kuasai.

C. 2. Adanya Perkembangan-Perkembangan / Perubahan-Perubahan

Memang pada hakekatnya di alam ini tidak ada sesuatu yang bersifat abadi, tidak sesuatu yang bersifat kekal (kecuali Tuhan Y.M.E.). Manusia bayi jadi tua dan mati, pohon pun demikian, bahkan batu-batu itu juga mengalami perubahan karena pindah tempat maupun pecah dan aus dimakan waktu. Perubahan-perubahan itu dapat bersifat kualitatif, kuantitatif. Kualitatif dan kuantitatif sekaligus maupun perubahan dari kuantitatif menjadi kualitatif dan sebaliknya kualitatif menjadi kuantitatif. Akan tetapi perubahan-perubahan itu adalah perubahan-perubahan yang meningkat. Hukum ini menurut istilah yang mentereng dinamakan Hukum Negasi terhadap negasi. Dan perubahan-perubahan itu disebabkan karena adanya perbedaan-perbedaan atau pertengahan-pertengahan atau tantangan-tantangan atau menurut istilah yang lain adalah hukum-hukum Kontradiksi.

B. 2a. Perubahan – Perubahan Kwalitatif – Kwantitatif

Sebutir jagung berubah secara kualitatif menjadi biji atau lembaga, kemudian berkembang secara kuantitatif menjadi sebatang jagung sampai berbuah yang berarti berkembang secara kualitatif dan kuantitatif sekaligus dengan lahirnya biji-biji jagung yang tadinya berasal dari sebutir saja. Demikian seterusnya.

Demikian juga kalau kita amati masalah perkembangan-perkembangan dalam masyarakat. Kekuatan-kekuatan Progresive dalam masyarakat Indonesia pada tahun 1908 mulai berkembang, kemudian karena tekanan pemerintah Kolonial Belanda menjadi susut kembali, akan tetapi mereka-mereka yang tinggal sedikit itu lebih militan dan lebih berpengalaman, kemudian berkembang lagi pada angkatan 1928, kemudian susut lagi karena hantaman jaman dan berkembang lagi dalam kualitatif maupun kuantitatif sampai dapat mengadakan Proklamasi 1945. Sesudah kemerdekaan secara kuantitatif dan kualitatif juga mendapatkan tantangan dengan perang kemerdekaan.

Tetapi setelah tahun 1950, kaum Progresive juga merosot dan banyak yang keblinger, kemudian meningkat lagi dengan adanya Dekrit Presiden 1959 dan seterusnya. Demikian juga kalau kita amati perkembangan massa pengikut Marhaenis sejak 1927 hingga sekarang.

Pada saat surutnya perkembangan kwalitatif disertai pengembangan kuantitatif dan sebaliknya pada saat surutnya perkembangan kuantitatif maka pada saat itu berkembanglah kualitatif (meningkat mutunya). Untuk kemudian setelah suatu goncangan berkembanglah kuantitatif kembali akan tetapi sudah dalam mutu yang lebih tinggi. Inilah yang dimaksudkan dengan hukum negasi terhadap negasi atau menurut istilah lain yaitu: “Cakramanggilingan”.

Satu contoh lagi yaitu sebuah roda, pada suatu saat sebuah titik ada di bawah, kemudian dia akan di bawah lagi sesudah pernah mengalami di atas. Akan tetapi si roda sudah maju, tidak pada tempat semula.

C. 2b. Perbedaan-Perbedaan/Pertentangan-Pertentangan/Kontradiksi-Kontradiksi

Adanya perubahan-perubahan itu disebabkan karena adanya perbedaan-perbedaan. Sebatang pohon tumbuh karena adanya perbedaan-perbedaan tekanan osmose dalam pohon dengan dalam tanah, sehingga zat-zat makanan bagi pohon dapat terhisap sampai ke pucuk-pucuknya. Air mengalir karena adanya perbedaan tinggi, atau karena adanya perbedaan tekanan. Angin mengalir karena ada beda tekanan. Listrik mengalir karena ada beda potensial. Memang setiap gerakan itu ada karena adanya perbedaan atau pertentangan-pertentangan.

Demikian juga terjadi di kalangan masyarakat dan diantara negara-negara maupun antara bangsa-bangsa ini ada pergerakan-pergerakan atau pergolakan-pergolakan adalah karena adanya perbedaan-perbedaan atau pertentangan-pertentangan diantara bangsa-bangsa atau diantara golongan-golongan yang menimbulkan pergolakan-pergolakan sampai menimbulkan peperangan-peperangan terutama adalah adanya perbedaan-perbedaan kepentingan dari masing-masing pihak. Khususnya adalah pertentangan kepentingan dalam bidang Ekonomi, meskipun pada umumnya masing-masing pihak selalu akan berbicara sebagai suatu perbedaan di bidang lain. Terutama pihak yang bersalah akan selalu mengatakan dalih-dalih pertentangan yang kelihatannya enak didengar untuk membenarkan kejahatannya.

Hitler berekspansi dengan dalih “Kejayaan bangsa Aria Yang Luhur“. Hal ini dikemukakan sebenarnya sekedar untuk menggerakan rakyatnya (Bahan agitasi), kemudian diikuti dengan pembunuhan massal pada kaum Yahudi, dimana Yahudilah yang menguasai perekonomian Jerman, sehingga Ras Aria dapat mengambil alih kekuasaan Ekonomi. Demikian pula Hitler menyerang Eropa sampai Afrika sebenarnya adalah karena pada saat itu “Libersraum“. Jerman terpotong dan dikepung oleh negara-negara Eropa yang lain. Demikian pula Jepang dengan dalih Asia untuk Asia dan Jepang sebagai saudara tua yang akan membebaskan saudara-saudaranya, akan tetapi sebenarnya sekedar mau memindahkan penduduknya yang sudah terlalu padat.

Belanda menjajah Indonesia dengan dalih “Mission Sacre”.

Nekolim dengan istilah “memberi bantuan“ sebenarnya adalah dalam rangka menjerat negara-negara yang baru berkembang untuk tetap tergantung padanya dan seterusnya terutama untuk mendapatkan ijin atau legalitas guna melakukan perampokan dan pemerasan terhadap kekayaan alam maupun tenaga kerja rakyat-rakyat setempat. Sedangkan pihak-pihak yang memberikan ijin atau persetujuan memuji-muji modal asing dan membuatkan dalih-dalih perlunya memasukan modal asing dan kredit karena mereka mendapatkan komisi dari situ. Antek Nekolim dengan dalih-dalih yang enak dan selalu mengatakan membela rakyat, membela Pancasila, demi pembangunan, demi keamanan, demi kerukunan nasional dan lalin-lain kata-kata manis, akan tetapi pada hakekatnya sekali untuk Nekolim tetap Antek Nekolim.

Sekali perampok dan penjual massa tetap bajingan.

Semua kata-kata manis yang dikeluarkan pada hakekatnya adalah untuk mempertahankan atau untuk mencari kedudukan-kedudukan yang empuk dengan segala manisnya harta kekayaan hasil penipuan, perampokan dan hasil penggadaian negara dan kemerdekaan.

Pada pokoknya setiap pergolakan terjadi karena adanya perbedaan kepentingan terutama di bidang Ekonomi. Agressi Israel di Timur Tengah yang didalangi Amerika Serikat terjadi karena kepentingan perusahaan-perusahaan minyak untuk menyalurkan minyaknya lewat pipa-pipa sampai “Teluk Akaba” dan kepentingan Zionist-zionist Yahudi di suatu pihak melawan kemerdekaan bangsa-bangsa Arab. Perang Vietnam oleh Amerika Serikat yang katanya untuk melawan Komunisme adalah berbenturannya kepentingan rakyat Vietnam untuk merdeka dengan kepentingan Imperialisme mempertahankan garis hidupnya yang membujur dari Selat Gibraltar, Timur Tengah sampai Asia Tenggara dan terus ke Korea dan Jepang. Ada pergolakan buruh karena adanya beda kepentingan antara si majikan yang ingin mendapat untung yang besar dan kepentingan buruh yang ingin tercukupi kebutuhannya. Ada peristiwa Gestok karena berbenturannya antara kepentingan kaum reaksioner kanan, kaum komunis dan kaum Pancasilais. KAMI demonstrasi karena mewakili kepentingan kaum pemilik modal yang berwatak liberal melawan program-program sosialis dari Bung Karno. Pertentangan antara pendukung-pendukung demokrasi dan pelaku-pelaku anti demokrasi terjadi karena pelaku-pelaku anti demokrasi ingin tetap mempertahankan enaknya jadi koruptor, enaknya jadi pemegang ijin untuk mendapatkan uang semir, enaknya mendapatkan komisi-komisi, sedangkan pendukung demokrasi Pancasila ingin menjalankan keadilan dan kemerdekaan.

Dan kaum Demokrasi Liberal ingin mendapatkan pembagian rezeki dari hasil perampokan dan hasil komisi secara adil dan untuk mendapatkan kesempatan menghidupkan modalnya yang terhalang oleh sistim birokratis.

Kiranya cukup jelas bahwa setiap pergerakan atau pergolakan yang terjadi adalah karena adanya perbedaan kepentingan ekonomi. Demikian pula kita bergerak karena kita ingin memperbaiki nasib hidup kita agar bebas dari penekanan, penipuan dan perampokan antek-antek Nekolim/pelaku-pelaku konsep Nekolim.

B. 2c. Pertentangan Antagonistis dan Pertentangan Non Antagonistis (Kontradiksi

Pokok dan Kontradiksi tidak Pokok)

Kontradiksi pokok yaitu suatu kontradiksi yang harus segera ditanggulangi dan pihak-pihak yang saling berkontradiksi saling menyelesaikan kontradiksinya dengan cara konfrontasi. Kontradiksi pokok diselesaikan dengan cara kekerasan, yang dimaksud dengan kekerasan adalah dengan menyusun kekuatan untuk dihadapkan pada lawan, meskipun kadang-kadang masih harus diikuti dengan diplomasi. Akan tetapi di sini diplomasi yang dijalankan adalah sekedar formalitas dari kekuatan yang ada. Sedangkan kontradiksi yang tidak pokok masih dapat diselesaikan dengan konsultasi saja dan diplomasi, tidak perlu dengan saling adu tenaga.

Di dalam perkembangan-perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, maka kontradiksi-kontradiksi tersebut dapat berubah dalam bentuknya. Yaitu dari kontradiksi pokok menjadi kontradiksi tidak pokok dan sebaliknya kontradiksi tidak pokok menjadi kontradiksi pokok atau dinamakan juga perubahan ini dengan istilah TRANSMUTASI.

Meskipun ada pertentangan-pertentangan diantara kaum Komunis Kaum Islamis dan kaum Nasionalis, akan tetapi selama ada penjajahan langsung berupa Belanda atau Jepang maka pertentangan-pertentangan itu masih terselesaikan dengan jalan konsultasi. Karena pertentangan diantara golongan-golongan pada saat itu merupakan kontradiksi tidak pokok. Sedangkan kontradiksi pokoknya adalah antara rakyat (yang mencakup semua golongan) melawan penjajah.

Akan tetapi pada saat pengkhianatan PKI dengan G 30 S, maka antara kaum Nasionalis dengan kaum Agama di suatu pihak dan kaum Komunis di lain pihak terjadi kontradiksi pokok. Dimana dalam adu tenaga ternyata PKI hancur. Jadi di sini transmutasi dari kontradiksi tidak pokok menjadi kontradiksi pokok. Sebelum Irian Barat kembali, terjadi kontradiksi pokok antara Belanda dan Indonesia akan tetapi setelah penyerahan Irian Barat maka antara Belanda dan Indonesia terjadi perkembangan hubungan yang makin baik, jadi tidak lagi kontradiksi pokok tetapi sudah bertransmutasi jadi kontradiksi tidak pokok.

Demikian pula antara pendukung – pendukung Pancasila dan kaum Pancasilais munafik yang mula-mula masih dapat saling berdiplomasi akan tetapi sekarang ini setelah kaum Pancasilais munafik nyata-nyata menjalankan Neokolonialisme di Indonesia maka kontradiksi-kontradiksi ini berubah menjadi kontradiksi yang antagonistis, hanya masalahnya pihak kaum Pancasilais munafik memang sangat lihai dalam meninabobokan rakyat dengan istilah-istilah yang manis. Tetapi setelah rakyat merasakan benar akan penderitaan lahir batin yang disebabkan oleh tindakan-tindakan kaum Pancasilais munafik atau antek nekolim itu pastilah akan juga berlaku hukum-hukum perkembangan alam ini. Yaitu penyelesaian dengan kekerasan.

D. REVOLUSIONER

Revolusi artinya menjebol dan membangun. Revolusioner artinya berwatakan dinamis untuk menjebol dan membangun. Hanya orang yang berwatak revolusioner yang mampu memberikan konsep-konsep penyelesaian masalah-masalah dan sekaligus mampu menyingsingkan lengan baju tanpa menghitung untung rugi untuk pribadinya. Orang-orang pandai maupun professor-profesor botak sekalipun kalau hanya mampu melihat persoalan-persoalan secara obyektif dan dapat melihat sebab musababnya, tetapi tidak berwatakan revolusioner, dia tidak akan sanggup menyelesaikan persoalan tersebut. Orang revolusioner mesti dan harus memihak pada rakyat. Hanya orang yang dapat meresapi penderitaan dan ratap tangisnya kaum Marhaen yang dapat berwatakan revolusioner. Karena orang yang memihak kepada rakyatlah yang mengerti apa kebutuhan rakyat dan mengerti akan kekuatan tenaga rakyat itu. Perasaan pahit getir yang dirasakan rakyat akan membakar semangat orang-orang revolusioner untuk siap mental dan mampu menjebolkan sistim-sistim yang menyebabkan kesengsaraan rakyat dan sekaligus sampai hati untuk menyingkirkan antek-antek Nekolim demi kejayaan kaum Marhaen pada umumnya. Akan tetapi sekaligus juga dia mampu menyingsingkan lengan baju untuk membangun kemerdekaan penuh, Sosialisme Pancasila dan Dunia Baru.

Berdaulat di bidang Politik, berdikari di bidang Ekonomi dan berkepribadian di bidang Kebudayaan (akan dijelaskan lebih lanjut dalam keterangan masalah Ekonomi). Orang-orang yang tidak berwatakan revolusioner meskipun dapat melihat secara obyektif persoalan-persoalan rakyat, akan tetapi dia pasti akan terjerat dalam lingkaran setan yang tidak ada putusnya. Sehingga dia tidak tahu bagaimana penyelesaiannya, tidak tahu apa yang harus dijalankan/dikerjakan atau lebih parah lagi, dia akan terjerat dalam jarring-jaring Nekolim untuk menggantungkan sepenuhnya pada bantuan Nekolim.

Seorang revolusioner pasti memberikan masa depan yang gemilang bagi rakyatnya, tidak terjerat dalam strategi Nekolim. Sehingga seorang revolusioner yang memihak kepada rakyat pastilah progresive, mengetahui perkembangan jaman, mengerti keharusan sejarah bagi rakyatnya. Kalau tidak demikian maka dia bukan revolusioner. Akan tetapi retrogresive revolusioner bukan progresive revolusioner. Jadi revolusioner itu ada dua, yaitu: progresive revolusioner dan retrogresive revolusioner. Yang satu memberikan masa depan yang gemilang sedang yang satu menjerumuskan.

Dapat kita rumuskan arti revolusioner buat kita kaum Marhaen adalah:

1. Berwatak dinamis, terus menerus mau dan ingin bergerak.

2. Terus menerus bergerak menjebol dan membangun.

3. Memihak pada rakyat, selalu waspada terhadap segala gerak gerik musuh rakyat.

4. Melihat dan membawa rakyatnya untuk masa depan yang gilang gemilang buat rakyatnya.

5. Tidak menghitung-hitung untung rugi buat pribadi asal menguntungkan revolusi dan menguntungkan rakyat.

Pada pokoknya seorang revolusioner sanggup mencurahkan segenap kemampuannya asal menguntungkan rakyat dan revolusi. Seperti halnya seorang satria membela rakyat dan kebenaran. Jangan ragu-ragu sedikitpun asal menguntungkan rakyat dan revolusi. Satri Arjuna yang ragu-ragu melawan Adipati Karno dalam perang Barata Yudha setelah disadarkan oleh Kresna (Wisnu) akhirnya siap mental, berani dan mampu membunuh Adipati Karno. Bila saudara sendiri, kalau merugikan rakyat harus disingkirkan.

Melihat seorang Walikota yang menumpuk kekayaan dengan menjalankan penipuan, pemerasan pajak, menerima sogokan dan korupsi besar-besaran, banyak orang yang gedumal-gedumel sendirian atau paling-paling menunggu tindakan dari orang lain. Akan tetapi seorang revolusioner akan menghimpun tenaga rakyat untuk dihantamkan ke hidung si walikota tersebut. Melihat pimpinannya sendiri menjual massanya dan menyelewengkan ideologinya, banyak orang yang hanya rasan-rasan sana sini. Lebih parah lagi akan bersikap pura-pura tidak tahu bahkan menjilat telapak kaki si pemimpin. Akan tetapi seorang revolusioner akan menghimpun massa menghantam si pemimpin.

Melihat makin berkembangnya dansa-dansi, band-band dengan lagu-lagu brengsek dan lain-lain kebudayaan amoral yang meruak mental massa, banyak orang yang merasa tidak puas akan tetapi tanpa memberikan reaksi apa-apa. Lebih parah lagi dia akan ikut-ikut menjalankan praktek-praktek amoral tersebut. Tetapi seorang revolusioner akan berani memberikan reaksi dan bahkan sampai menyetop atau menggeruduk tempat-tempat tercela itu. Melihat kenaikan harga-harga adalah disebabkan karena adanya manipulasi pedagang-pedagang, adanya sistim sogok dalam perijinan maupun dijalankan, salahnya politik Import – Export dan lain-lain. Banyak orang akan menyelesaikan sebab-sebab itu sendiri-sendiri, secara sepotong-sepotong itupun dalam bicara, tidak dalam tindakan. Seorang yang berpikir secara Realistis Dialektis revolusioner akan menyelesaikan masalah itu secara radikal. Menjebol sampai ke akar-akarnya. Harus dirombak seluruh struktur pemerintahan dan masyarakat untuk kemudian ditanamkan sistim baru yang mencakup seluruh persoalan. Untuk membangun tidak terlalu menggantungkan pada kredit dan modal asing yang berarti menggadaikan negara dan masa depan bangsa. Akan tetapi seorang Marhaenis akan meningkatberatkan usahanya pada pembangunan produksi dengan menggunakan tenaga rakyat. Sedangkan kredit hanyalah merupakan faktor penolong, itupun asal kredit tersebut tidak mengikat dengan persyaratan-persyaratan politik dan persyaratan-persyaratan Ekonomi yang terlalu berat (akan dijelaskan soal kredit, modal asing, soal inflasi dan lain-lain dalam uraian Ekonomi Pembangunan).

Memang revolusi adalah menjebol dan membangun, akan tetapi masih kita rasakan bahwa masih terlalu banyak anggota-anggota kita maupun kader-kader kita yang belum siap mental untuk menjalankan itu. Pikiran dan mentalnya hanya terpancang kepada pembangunan melulu. Padahal membangun terus tanpa menjebol pada hakekatnya adalah kompromis. Berarti kompromis dengan Nekolim dan antek-anteknya yang menjalankan praktek-praktek sistim Nekolim. Dan ini berarti menjalankan penipuan pada diri sendiri dan massa rakyat. Kader-kader Marhaenis mesti dan harus sanggup menjebol sistim-sistim Nekolim sampai ke akar-akarnya yang ini berarti sekaligus harus sanggup menyingkirkan antek-antek Nekolim, orang-orang pengkhianat maupun oportunis-oportunis perjuangan. Jangan sekali-kali mereka mendapatkan kesempatan lagi untuk tampil ke depan. Sekali orang-orang macam begini tampil ke depan maka dia akan bicara sebagai pahlawan yang paling berani, paling berjasa dan segala macam paling untuk mendapatkan posisi buat dirinya. Akan tetapi di samping itu kader-kader Marhaenis mesti juga punya konsepsi maupun pelaksana-pelaksana yang cukup tangguh untuk menggantikan segala sesuatu yang dijebolnya. Karena menjebol tanpa membangun itu namanya anrchi, hanya amuk-amukan.

Untuk dapat menjalankan praktek-praktek revolusioner tersebut maka kita yang memihak pada rakyat Marhaen ini tentulah juga harus berjuang bersama-sama dengan kaum Marhaen itu. Untuk itu kita mesti mengerti apa yang dinamakan:

MACHTVORMING – RADIKALISME – MASSA AKSI – SELF HELP –

NON COOPERATION

Dengan pengertian-pengertian inilah kita dapat menjalankan praktek-praktek revolusioner itu, tanpa mengerti itu maka kita hanya akan melamun dengan pikiran kita tanpa dapat berbuat apa-apa karena tidak ada cara dan tak ada kekuatan yang kita punyai. Bagi yang masih mengakui bahwa Bung Karno adalah Bapak Marhaenisme, coba sekali lagi baca: “Mencapai Indonesia Merdeka” karya Bapak Marhaenisme Bung Karno dalam D. halaman 257 s/d hal 333.

BAB III

PENGETRAPAN

Setelah kita dapat mengetahui dasar-dasar cara berpikir, maka tinggalah sekarang cara-cara penggunaannya. Cara-caranya berpraktek, suatu ilmu yang steril, ilmu yang tak berguna. Akan tetapi praktek tanpa ilmu, praktek tanpa teori adalah sekedar amuk-amukan, sekedar acak-acakan tanpa mengerti dasar, arah dan tujuannya. Yang benar adalah ilmu amaliah dan yang ilmiah. Mengamalkan ilmu dan mengilmiahkan amal.

Di dalam uraian-uraian di muka memang banyak kami usahakan mengemukakan contoh-contoh untuk lebih memudahkan mengetrapkan metode berpikir ini ke dalam praktek-praktek yang kita hadapi akan tetapi mungkin banyak sekali hal-hal yang belum dapat ditangkap secara mudah. Oleh karena itu memang sebenarnya uraian ini seharusnya dipelajari dalam satu rangkaian dengan uraian-uraian soal ekonomi dan geo-politik. Akan tetapi sehubungan dengan kesukaran-kesukaran teknis yang kami hadapi terpaksa belum dapat kami sajikan, terutama kurang bahan-bahan materiil, logistik yang sangat kering. Mudah-mudahan dua uraian tentang ekonomi dan geo-politik tersebut dalam waktu yang singkat segera dapat kami susulkan. Untuk lebih memudahkan mendalami tulisan ini kami harapkan dipelajari secara kolektif, diadakan diskusi-diskusi dan latihan-latihan. Sekaligus hal ini membiasakan kita untuk berpikir secara kolektif, secara gotong royong musyawarah untuk mufakat, bukan musyawarah untuk menang-menangan, akan tetapi musyawarah untuk mendapatkan kebenaran bersama, hal mana sesuai dengan ajaran kita.

Apa yang kami uraikan sebagai metode berpikir tersebut sebenarnya adalah suatu sistematika, suatu urut-urutan caranya seorang marhaenis memikir. Suatu cara berpikir secara ilmiah, bukan suatu cara berpikir yang sekedar berdasarkan intuitif dan perasaan belaka. Memang kita sebagai manusia punya perasaan, itu harus kita pakai. Akan tetapi jangan sampai perasaan yang belum tentu benar itu berkuasa sepenuhnya akan diri kita, berkuasa akan pikiran kita, sehingga kita seringkali terjebak dalam persoalan-persoalan remeh yang sebenarnya harus diabaikan di dalam kita ingin mencapai suatu tujuan besar. Sering kali kita terjebak dalam soal suka secara perseorangan di dalam menjalankan organisasi perjuangan, terjebak dalam rasa sentimen tidak suka dan dalam rasa sentimen asal suka saja. Padahal seharusnya di dalam menilai seseorang kita harus menilai atas dasar garis-garis perjuangan, atas dasar tugas dan fungsi masing-masing dalam gerakan revolusioner. Sering kali kita jumpai di dalam praktek bahwa masa kita masih mudah terjebak oleh kata-kata manis dari orang yang berkedudukan. Padahal kata-kata manis dan kata yang kelihatannya revolusioner itu masih harus kita nilai latar belakangnya, apa sebabnya dia berkata begitu. Dia berkata begitu sebenarnya hanyalah agar supaya dia mendapatkan dukungan massa. Akan tetapi tindakannya justru menjerumuskan, justru meninabobokan massa untuk lupa pada lawannya. Agar supaya massa terlena dalam bius racun strategi Nekolim dan memberikan dukungannya pada antek-antek Nekolim. Memberikan dukungan pada manusia Pancasilais munafik, memberikan dukungan pada koruptor-koruptor, memberikan pada pejabat-pejabat korup dan pemeras rakyat, penjual negara. Karena biusan-biusan antek-antek Nekolim, maka massa kita yang kurang rasionil mudah sekali termakan. Karena perasaan maka banyak orang tidak sampai hati untuk melawan antek-antek Nekolim. Apalagi kalau pelaksana-pelaksana konsep Nekolim tersebut berupa orang-orang dalam tubuh partai sendiri, berupa pejabat-pejabat organisasi sendiri, meskipun mereka hanyalah pejabat-pejabat tiban, pejabat drop-dropan, bukan pejabat yang dipilih oleh massa. Akan tetapi karena itu massa yang belum rasionil masih tidak mau memberikan koreksi, apalagi memberikan perlawanan. Kalau toh tahu apa sebenarnya yang harus dikerjakan, akan tetapi karena perasaannya maka mereka masih ragu-ragu untuk bertindak atau lebih parah lagi mereka mau saja dibawa oleh pimpinan gadungan itu. Mau saja dininabobokan dengan kata-kata manis dan jeratan-jeratan halus.

Dalam hal ini bukanlah tujuan kita untuk menghapuskan fungsi perasaan manusia dalam perjuangan kaum Marhaenis, tidak, sama sekali tidak. Akan tetapi kita harus menggunakan perasaan itu pada tempatnya. Kita harus semaksimal mungkin merationilkan perasaan. Kadang-kadang juga perasaan itu benar, sering kali juga perasaan itu memberikan petunjuk-petunjuk yang tepat. Akan tetapi perasaan itu atau insting itu mesti kita beri alasan, mesti kita berikan dasar-dasar secara rationil. Perasaan harus dirationilkan. Bahkan suatu perasaan yang timbul itu sebenarnya dapat kita analisa untuk kita cari sebab-sebabnya. Pada pokoknya, ratio harus dirasakan dan perasaan harus dirationilkan.

Seperti telah diuraikan di muka bahwa cara berpikir seorang Marhaenis itu mesti realistis, dialektis, revolusioner dan memihak pada rakyat. Tinjauan-tinjauannya harus beritikat untuk menguntungkan rakyat. Bukan berarti kita akan meninggalkan begitu saja hukum-hukum kebenaran dan keadilan. Dan harus pula diketahui bahwa soal benar dan adil itu sesungguhnya sangatlah relatif ukuran-ukurannya. Tidak ada ukuran yang tepat dan tetap. Benar dan adil itu sangat tergantung pada pendapat masyarakat dan perkembangan masyarakat. Sedangkan pendapat dan perkembangan masyarakat itu selalu berkembang, sesuai dengan hukum-hukum perkembangan dialektis.

Di samping itu soal benar dan adil itu bagaimanapun juga pasti dipengaruhi oleh kepentingan pihak-pihak yang mengemukakan adil dan benar itu. Seorang pemilik modal akan mengatakan keuntungan 60 % adalah adil, sedang rakyat konsumen akan mengatakan bahwa harga harus diturunkan dengan menurunkan keuntungan pemilik modal menjadi 30 % atau 20 %. Sedangkan pemerintah yang tidak berorientasi pada rakyat akan menaikkan pajak dan lain-lain. Kalau orang sama sekali tidak memihak, maka dia hanya akan terjebak dalam perdebatan, hanya akan terjebak dalam adu argumentasi, terjebak dalam lingkaran setan yang tak ada ujung pangkalnya.

Demikian juga dapat pula kita terjebak dalam soal-soal formil, terjebak dalam soal-soal landasan hukum, dalam hukum-hukum formil yang berlaku. Maupun terjebak dalam hukum-hukum organisasi ataupun herargis ataupun hukum-hukum kolot dan konvensionil. Padahal kalau kita bicara soal revolusi yang berarti menjebol dan membangun, maka justru tugas kita untuk menjebol nilai-nilai lama, menjebol hukum-hukum konvesionil, maupun norma-norma masyarakat yang tidak menguntungkan rakyat dan tidak menguntungkan jalannya revolusi. Justru tugas kaum Marhaenis untuk menjebol itu semua sampai ke akar-akarnya untuk kita gantikan dengan hukum-hukum baru, dengan norma-norma dan nilai-nilai baru yang menguntungkan rakyat dan menguntungkan revolusi.

Pada pokoknya kita pejuang-pejuang Marhaenis harus dapat membuang jauh-jauh penyakit-penyakit kolot, penyakit pikiran formil dan penyakit-penyakit konservatif untuk digantikan dengan metode yang realistis, dialektis, revolusioner dan memihak pada jalannya revolusi.

Setelah kita dapat berpikir secara cepat, dapat menganalisa secara tepat juga jangan dilupakan bahwa kita harus berpraktek. Jadilah Pemikir dan Pejuang, Pejuang dan Pemikir, pokoknya jadilah patriot komplit. Bukan kader-kader salon.

A. PEMBAGIAN KEKUATAN DALAM ABAD INI

Sebenarnya soal pembagian kekuatan ini harus dapat dicari dan disimpulkan sendiri dengan melihat kenyataan-kenyataan yang ada dan menganalisanya berdasarkan metoder berpikir yang telah diuraikan. Akan tetapi kami rasa perlu kami kemukakan di sini untuk lebih melancarkan kita dalam menganalisa persoalan-persoalan yang kita hadapi. Lebih melancarkan di dalam nanti kita mengajukan problem-problem atau contoh-contoh untuk mempraktekkan sistematika Metode Berpikir Marhaenis ini.

Sesuai kenyataan yang kita hadapi dalam abad ini, maka kita melihat adanya tiga kekuatan pokok yang dewasa ini berkembang. Masing-masing berkembang menurut kepentingannya sendiri-sendiri. Karena perkembangan dan gerakan-gerakan dari tiga kekuatan inilah maka terjadi pergolakan di sana sini seantero penjuru dunia. Terjadi pergolakan dalam berbagai macam bentuk dan berbagai macam tingkatan kwalitet maupun kwantitet. Semua persoalan ini akan lebih mudah kita pahami kalau kita sadar bahwa semua itu dikarenakan adanya tiga kekuatan yang saling berbenturan. Yaitu kekuatan-kekuatan:

1. Kekuatan Kapitalis, Imperialis yan dipelopori oleh: Amerika dengan negara-negara bonekanya, Inggris dengan negara – negara Commonwealth dan Perancis bersama negara-negara Eropa Barat.

Dipelopori oleh tiga negara besar yang masing-masing juga punya perbedaan-perbedaan kepentingan. Sehingga diantara mereka sendiri juga selalu ada pertentangan-pertentangan. Sebagai suatu pertentangan yang tetap. Karena memang watak dari sistem Liberal itu selalu membawa persaingan diantara masing-masing anggota. Akan tetapi di dalam menghadapi kekuatan-kekuatan lain mereka dapat bekerja sama untuk menindas rakyat yang baru berkembang. Bekerja sama dalam menghadapi Komunisme.

2. Kekuatan Komunis, Kekuatan ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok satu di bawah RUSIA dan kedua di bawah RRT. Masing-masing juga mengalami pertentangan-pertentangan sendiri karena perbedaan-perbedaan watak susunan masyarakat dan sistem pembangunan industrinya. Sehingga membawa watak kepentingan-kepentingan yang berlainan. Yang lebih lanjut membawa perbedaan-perbedaan strategi perjuangannya.

3. Kekuatan-Kekuatan Pancasilais. Pendukung-pendukung aspirasi Pancasila ini terdiri dari negara-negara yang baru berkembang, negara-negara yang baru saja menyusun kemerdekaannya setelah oleh negara-negara Barat pada umumnya. Negara-negara ini sebagian besar terletak di benua-benua Asia Afrika dan Amerika Latin. Pendukung-pendukung Pancasila ini kekuatannya tidak/belum mempunyai kekuatan, akan tetapi sebenarnya mencakup dua pertiga penduduk dunia dan mempunyai masa depan yang gemilang karena kekayaan alamnya. Dan kekuatan ini dapat kita nyatakan sebagai kekuatan yang mewakili fenomena/atau gejala abad ini. Kita lihat juga perkembangannya yang begitu pesat, relatlif pendek dalam ukuran perkembangan sejarah dunia.

Masing-masing kekuatan tersebut mempunyai perwatakan dan mempunyai falsafah hidup sendiri-sendiri. Falsafah hidup yang pada pokoknya didasarkan akan kepentingan ekonominya. Kaum kapitalis menghendaki hak milik pribadi yang mutlak dan free fight liberalisme. Karena dengan falsafah ini mereka dapat memeras orang lain atau bangsa lain berdasarkan kekuatan modalnya dan kemajuan teknologinya.

Kaum Komunis yang mewakili kaum proletar menghendaki dihilangkannya sama sekali hak milik pribadi dan dihilangkannya sistem negara untuk diadakan pemerintahan dunia. Akan tetapi RUSIA menghendaki MOSKOW centris, sedang RRC dengan PEKING centris. Rusia yang telah maju teknologinya dan menghasilkan hasil produksi barang-barang industri berat menggunakan strategi cooperation secara damai.

Sedang RRC yang kurang tinggi teknologinya, menghasilkan hasil produksi ringan dan padat penduduknya menghendaki perjuangan dengan hasil perang rakyat secara frontal.

Sedang kaum Pancasilais menghendaki agar supaya hak milik pribadi masih diakui dalam batas-batas yang tidak mencakup kepentingan hajat rakyat banyak, dan hak milik pribadi harus digunakan sebagai fungsinya yang menguntungkan rakyat banyak, tidak boleh suatu hak milik digunakan sedemikian rupa hingga merugikan orang banyak. Dalam soal internasional dikehendaki adanya dunia baru yang hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati masing-masing nasionalitetnya.

Soal-soal ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam soal GEO-POLITIK DAN EKONOMI.

B. KEKUATAN – KEKUATAN DI INDONESIA

Indonesia yang merupakan sebagian dari dunia, apalagi Indonesia yang letaknya strategis, terletak dalam persimpangan dan ditambah lagi dengan kekayaan alamnya, maka tidaklah heran kalau semua pihak sangat berkepentingan akan tanah dan air Indonesia, Bumi Nusantara dan Lautan Nusantara. Oleh karena itu semua kekuatan-kekuatan yang ada di dunia ini juga tercermin atau terwakilkan dalam kekuatan yang ada di sini.

Kekuatan pembawa aspirasi dunia baru yang sekaligus merupakan pembawa aspirasi rakyat Indonesia adalah kekuatan Pancasilais Sejati. Kekuatan Pancasilais yang berkerangkakan pejuang-pejuang rakyat, ya pembela-pembela Pancasila, ya pejuang-pejuang Marhaenis ini.

Kekuatan Komunis Internasional di sini diwakili oleh PKI yang baru-baru ini mengalami kehancurannya. PKI hancur karena melakukan tindakan khianat yang terkutuk, sehingga membangkitkan amarah rakyat pada umumnya. PKI yang terjebak dalam Link--radikalisme harus mengalami kehancurannya. Penyakit kekiri-kirian, penyakit kekanak-kanakan, membawa PKI terjebak dalam link–radikalisme.

Kekuatan Imperialisme di Indonesia diwakili oleh kaum reaksioner kanan, kaum vested interest yang secara sadar atau tidak sadar menjalankan kepentingan-kepentingan kaum Imperalis di Indonesia ini. Ya memang cara-cara tidak langsung inilah yang dinamakan sistem Nekolim. Nekolim cukup menjalankan subversi, infiltrasi, memberikan sogokan yang bisa membius dengan sekedar materi, meracuni dengan kebudayaan-kebudayaan dan literatur-literatur yang kelihatannya ilmiah, untuk kemudian memberikan konsep-konsep maupun ikatan-ikatan ekonomi. Dengan sendirinya semua itu demi keuntungan kaum Imperialis. Cara-cara baru inilah yang belum banyak dikenal oleh rakyat. Cara-cara baru ini benar-benar mendapatkan hasil yang baik buat Nekolim dan dengan biaya yang relatif sangat kecil. Cara ini dapat membingungkan, karena rakyat tidak melihat secara langsung, rakyat tidak melihat secara fisik datangnya penjajah. Yang dilihat langsung hanyalah akibat-akibatnya dan antek-antek yang berupa bangsa awak. Menjadi tugas pejuang-pejuang Marhaenisme untuk membelejeti praktek-praktek Nekolim ini. Praktek-praktek Nekolim harus dibelejeti di muka rakyat, rakyat harus disadarkan akan lawannya. Rakyat harus digerakkan melawan musuh-musuhnya, melawan tangan-tangan kotor yang berlumuran darah dan air mata rakkyat.

Dalam tahap pertama Nekolim cukup menggunakan orang-orang moderat, orang-orang yang kelihatannya agak progresif. Akan tetapi terdiri dari orang-orang tolol, orang-orang yang tidak berpandangan jauh. Ditempatkanlah pejabat-pejabat tidak pada fungsi yang tepat. Baik dalam jabatan-jabatan pemerintahan, jabatan-jabatan pimpinan perusahaan negara, jabatan-jabatan kedinasan negara maupun jabatan-jabatan pimpinan massa/partai. Semuanya semaksimal mungkin terdiri dari orang-orang yang tidak tepat dan terutama orang-orang vested interest. Sehingga dengan mudahnya mereka-mereka ini dibawa untuk menjalankan konsep-konsep Nekolim. Apalagi setelah tangan-tangan Nekolim secara langsung maupun secara bertingkat mengadakan penggarapan pada manusia-manusia kerdil ini. Tidak segan-segan Nekolim sedikit menghambur-hamburkan harta kekayaan kepada antek-anteknya. Setelah antek-antek ini terbiasa dengan hidup mewah, dengan sendirinya cara berpikir mereka sama sekali memihak kepada siapa saja yang memberikan keuntungan pada pribadinya. Tanpa melihat penderitaan dan ratap tangis rakyat. Dengan cara demikian Nekolim mendapat legalisasi, mendapatkan ijin, mendapatkan persetujuan yang “konstitutionil” untuk merampok kekayaan alam kita dan menindas rakyat kita.

Sedangkan kepada rakyat diadakan penggarapan untuk meninabobokkan, rakyat disuruh nrimo saja, rakyat dilarang berpolitik untuk membutakan rakyat terhadap kekejaman-kekejaman yang dilakukan oleh tangan-tangan Nekolim yang kotor berlumuran darah itu. Suara rakyat dicatut dan disulap demikian rupa sampai menjadi keputusan-keputusan yang “Konstitutionil”. Sedang suara rakyat yang sebenarnya dibungkam serapat-rapatnya.

Untuk menjaga kestabilan kekuasaan sistim Nekolim itu, maka digunakanlah kekuasaan yang keras. Digunakan kekuatan-kekuatan bersenjata untuk mencegah suara rakyat itu jangan sampai keluar dari kerongkongannya yang kering. Pejuang-pejuang Marhaenis disumbat mulutnya dengan ancaman bayonet dan gerbangnya penjara. Penangkapan tanpa alasan hukum, penyiksaan dalam penjara terjadi di mana-mana. Memang benar, hukum adalah hukumnya yang berkuasa. Kekuatan-kekuatan pembela rakyat sama sekali tak diberi hak berorganisasi, sehingga sangatlah sukar untuk menghimpun kekuatan rakyat bagi pejuang-pejuang pembela nasib rakyat dan bumi pertiwi.

Dari praktek-praktek ini maka muncullah suatu kelompok baru dalam masyarakat, yaitu kelompok yang menurut istilah harian KAMI dinamakan golongan KABIR, atau Kapitalis Birokrat, yaitu golongan yang mengagungkan birokrasi, yang menggunakan kekuasaannya untuk memupuk kekayaannya. Penggunaan kekuasaannya untuk jadi pengusaha. Singkatnya KABIR adalah penguasa pengusaha atau pengusaha dengan kuasa.

Kabir-kabir inilah yang berpesta pora menikmati hasil penipuan, pemerasan dan perampokan hak milik rakyat dan hak milik negara yang dijadikan hak milik pribadi. Di samping menggenuki komisi-komisi dan upah kerja sebagai antek-antek Nekolim. KABIR-KABIR ini pula yang menjadi anjing-anjing penjaga perusahaan-perusahaan asing dan membukakan pintu masuknya modal asing.

Akan tetapi operasi modal-modal asing itu di sini mengakibatkan pula kehancuran pemilik – pemilik modal nasional. Pemilik-pemilik modal nasional ini yang tidak atau kurang mendapatkan pembagian rejeki dari hasil rampokan terhadap hak milik negara dan hak milik rakyat. Bahkan sementara ini modal-modal mereka terpaksa gulung tikar, menghadapi operasi modal asing. Oleh karena itu mereka yang membawakan aspirasi ideologi liberal ini memberikan perlawanan kepada KABIR. Terjadilah pertentangan antara Liberal Ideologis dan Liberal vested atau menurut istilah yang banyak dikatakan, terjadi pertentangan antara “orba rationil dan orba irationil”. “Orba rationil” ini dalam bentuknya diwakili oleh KAMI – KAPI – KAPPI dan front Pancasila dan yang terakhir ini menggunakan selubung kekuatan agama Islam.

Akan tetapi masa Marhaen dan terutama pejuang-pejuang Marhaenis jangan diharapkan terlalu banyak dari pertentangan dua kekuatan ini. Pertentangan mereka adalah pertentangan yang tidak antagonistis. Kontradiksi ini adalah bukan kontradiksi pokok, kontradiksi ini adalah kontradiksi tidak pokok. Kontradiksi ini adalah kontradiksi inherent, kontradiksi yang memang selalu ada dan selalu dibawa sebagai kontradiksi di dalam kekuatan-kekuatan liberal itu sendiri.

Bahwasanya keadaan kelemahan lawan ini pasti digunakan, memang demikianlah cara perjuangan setiap macam kekuatan politik. Setiap kelemahan lawan pasti digunakan, akan tetapi jangan mengharap-harap hasil dari itu tanpa menyusun dan menggunakan kekuatan sendiri. Harus diingat bahwa kedua-duanya adalah sama-sama antek Nekolim. Setiap pertentangan mereka ini memuncak pastilah dalangnya, tuannya akan campur tangan menghentikan pertikaian diantara sesama antek itu.

Demikian pula massa Marhaen dan Marhaenis-marhaenis jangan merasa berbesar hati diberi sedikit kebebasan, kalau sebentar ini sedikit dirangkul oleh kabir-kabir itu. Kabir-kabir itu sedikit mengulurkan tangan dengan muka manis bukan tidak ada maksudnya. Kabir-kabir itu begitu mesra kepada kita adalah untuk membuat kita menjadi alatnya. Kita akan dijakdikan kuda tunggangan mereka. Kita akan dijadikan jago aduan melawan liberal itu. Kita akan dijadikan bemper menghadapi kaum liberal itu. Padahal lawan utama kita pada saat ini justru kaum kabir itu. Jangan sampai kita terbius lupa akan lawan utama Rakyat ini. Pelaku-pelaku anti demokrasi yang sekarang pura-pura memberikan kebaikan hatinya. Sekali antek Nekolim tetap antek dan pasti licik. Mereka tetap punya pamrih untuk itu semua. Awas hati-hatilah jangan sampai terbius dengan rayuan palsu ini.

Menghadapi kenyataan-kenyataan ini pastilah ada orang-orang oportunis, orang-orang plin-plan, orang-orang yang hanya memikirkan keuntungan pribadi sendiri dengan menjual kawan dan menjual ideologi maupun massanya. Orang-orang macam beginilah yang sangat berbahaya. Berbahaya karena mereka ini adalah pengkhianat-pengkhianat perjuangan. Berbahaya karena mereka sangat lihai menjilat sana dan merangkul sini.

C. SISTIMATIKA

Sesuai dengan metode-metode seorang Marhaenis berpikir maka sistiatika pemikiran atau jalannya pemikiran ini sebenarnya juga sederhana saja. Sederhana buat seorang Marhaenis, sederhana karena ini semua sekedar melihat kenyataan-kenyataan secara obyektif dan menghubungkan kenyataan-kenyataan itu. Kenyataan-kenyataan atau realita atau fakta-fakta itu kita kumpulkan. Kemudian kita analisa, kita dapatkan kesimpulan-kesimpulannya, lalu kita cari penyelesaiannya. Dari situlah kita menyusun rencana-rencana perjuangan, dari situlah kita tentukan derap langkah barisan pejuang-pejuang Marhaenis. Karena dari situlah kita dapat mengetahui siapa kawan siapa lawan. Kita ukur kekuatan-kekuatan kawan dan lawan.

C.1. Fakta – Fakta

Fakta-fakta yang kita lihat dan kita kumpulkan itu dapat kita kelompok-kelompokan menurut bidangnya masing-masing. Misalnya bidang-bidang: Politik, Ekonomi, Kebudayaan, Sosial, Hankam. Nantinya akan dapat kita lihat saling hubungannya diantara bidang-bidang itu. Apalagi setelah kita susun menurut urut-urutan waktu, waktu dulu, kini dan yang akan datang kemudian urut-urutan tempat, tempat lokal, nasional dan internasional.

Akan kita lihat kemudian saling hubungan antara masing-masing bidang persoalan, saling hubungan antara waktu (sejarah) dan saling hubungan antara tempat-tempat.

C. 2. Analisa

Setelah kita melihat fakta-fakta yang menjadi persoalan kita, menjadi tugas kita untuk memahami atau menghadapi masalahnya. Tidak ada cara lain kecuali kita harus mendalaminya untuk mendapatkan kesimpulan-kesimpulannya. Kita cari sebab musababnya sampai terjadi suatu persoalan. Kita cari akibat-akibat yang dapat ditimbulkan oleh adanya fakta-fakta atau persoalan-persoalan itu. Dan kita akan lebih berhasil bila kita dapat memperkirakan terlebih dahulu akibat-akibat yang ditimbulkan oleh fakta-fakta tersebut. Dengan analisa ini kita akan mengetahui tujuan-tujuan apa yang ingin dicapai oleh pihak-pihak yang terlihat dalam fakta-fakta tersebut. Dengan analisa ini kita akan mengetahui tujuan-tujuan apa yang ingin dicapai oleh pihak-pihak yang terlihat dalam fakta-fakta atau persoalan-persoalan itu. Dengan pengertian-pengertian ini kita dapat menyimpulkan siapa kawan dan siapa lawan.

Untuk lebih gamblangnya kita dapat buat sistimatika sebagai berikut:

a. Saling hubungan:

Kita lihat saling hubungan antara fakta-fakta tersebut. Apakah fakta-fakta tersebut punya satu akibat yang sama dan punya sumber yang sama.

b. Pihak-pihak yang terlibat:

Dengan melihat fakta-faktanya kita dapat melihat siapa-siapa saja yang ikur berperanan dalam peraturan ini. Pihak-pihak mana saja yang ikut berperanan dan berperanan sebagai apa. Siapa yang menjadi peran-peran utama atau sumber pokok dari persoalan.

c. Kepentingan masing-masing:

Pihak-pihak yang terlibat itu masing-masing punya kepentingan, terutama kepentingan-kepentingan ekonomi. Dengan melihat kepentingan-kepentingannya atau latar belakangnya kita sudah dapat menilai siapa lawan dan siapa kawan.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi cara berpikir seseorang:

Siapa kawan dan siapa lawan tersebut akan lebih kita yakinkan dengan mengingat ke dalam caranya dia berpikir. Caranya dia berpikir tersebut akan kita ketahui dengan melihat lima factor-faktor yang mempengaruhi caranya seseorang berpikir. Di sini kita melihat siapa lawan dan siapa kawan itu. Kawan dan lawan dalam arti strategi-strategi terbatas maupun dalam operationilnya.

e. Kesimpulan:

Sekarang kita sudah sampai pada kesimpulan dari seluruh analisa. Kesimpulan-kesimpulan itu akan memberikan pada kita:

1. Fakta-fakta atau masalah-masalah mana yang sebenarnya merupakan akibat, mana yang merupakan sebab dan mana yang merupakan sebab pokok.

2. Posisi, fungsi dan kepentingan dari masing-masing pihak yang terlibat.

3. Siapa kawan dan siapa lawan.

C.3. Gerakan Revolusioner:

Melihat hasil-hasil kesimpulan dalam analisaa tersebut, menjadi tugas dari kader-kader Marhaenis untuk menyelesaikannya, menjadi tugas kader-kader Marhaenis untuk menjebol dan membangun, mengkonsolidasi seluruh potensi kawan dalam tahap perjuangan ini dan menghancurkan lawan-lawan rakyat. Memang tidak ada sesuatu pihak yang mau melepaskan hak-haknya dengan suka rela kemauannya sendiri. Kepada mereka-mereka yang merugikan rakyat pasti harus dipaksa untuk melepaskan keserakahannya. Dan untuk itu tidak ada cara lain kecuali menyusun kekuatan, menggunakan kekuatan itu untuk membentuk kekuasaan. Memang hakekatnya politik adalah kekuasaan. Siapa yang berkuasa dialah yang menang. Oleh karena itu menjadi tugas kader-kader Marhaenis untuk memenangkan rakyat. Memenangkan konsepsi-konsepsi yang memihak rakyat. Konsep-konsep itu hanya dapat terlaksana dengan baik bila dilaksanakan oleh kader-kader pelaksana yang cukup tangguh.

Untuk membentuk kekuatan itu pada saat ini dan sekaligus untuk menghalangi kemajuan-kemajuan aksi-aksi lawan maka perlu kita lancarkan 3 offensif :

a. Offensif Idiologis Marhaenisme.

b. Offensif Kader Marhaenis.

c. Offensif Persatuan Progresive Revolusioner.

Dan kepada rakyat umumnya kita mesti membentuk pendapatnya, membangkitkan semangatnya untuk kemudian mengajak rakyat itu berbuat dalam gerakan revolusioner ini. Massa yang sudah terbentuk pendapatnya akan dapat mengambil sikap tegas dan kemudian bergerak revolusioner. Dalam pengolahan massa inilah perlu kita pelajari:

a. Penyusunan kekuatan, dasar dan tujuan.

b. Massa aksi dengan gymnastik revolusioner.

c. Berdikari yaitu percaya pada kekuatan sendiri.

d. Konfrontasi terhadap lawan buat menyadarkan massa dan tidak membingungkan rakyat.

e. Radikalisme yaitu menjebol sampai akar-akarnya dan membangun dasarnya.

Dibekali dengan semangat yang tinggi kita yakin bahwa tujuan kita pasti tercapai. Tujuan kita sejalan dengan arusnya sejarah. Kita cinta perdamaian tapi kita lebih cinta kemerdekaan!!! Kita pasti menang!!! Tuhan bersama kita !!! M e r d e k a !!!

Tidak ada komentar: